A. Neomodernisme dan Pendidikan Islam : Perspektif Etimologis dan Terminologis
Islam
memang belum mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, karena kecenderungan
pemahaman mereka masih tekstual normative. Keadaan seperti itu mendorong Fazlur
Rahman berpartisipasi menyelesaikan problem pendidikan dalam Islam. Rahman
memang mengaguni dan menghormati tradisi yang diwariskan ullama, tetapi ia juga
mengeluhkan bahwa ulama itu meninggalkan aspek – aspek yang sangat urgen dalam
dunia ilmu pengetahuan dan cenderung puas dengan doktrin lama.
Ia
meminta masyarakat Indoneisa sampai Turki, untuk mengalihkan semua tenaga
mereka untuk merehabilitasi tradisi ulama dengan mengusulkan perubahan silabus
di lembaga – lembaga pendidikan.
Tujuan
utamanya adalah ingin menunjukkan bahwa beberapa bagian dalam sejarah disiplin
– disiplin ilmu hokum dan filsafat politik kehilangan hubungan dengan etika Al
Qur’an. Perintah – perintah Al Qur’an telah ditaklukkan untuk perhatian –
perhatian lain seperti kekuasaan, pembentukan umat, dan pemeliharaan politik Islam.
Modernisme
yang sudah mencoba membebaskan dalam berpikir juga dianggap kurang sempurna dan
dibutuhkan pemikiran baru yang lebih sempurna. Make fase yang berada setelah
modernisme disebut post-modern dan disusul neomodern. Post-modernisme identik
dengan 2 hal : 1) Dinilai sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern; 2)
Dipandang sebagai gerakan intelektual yang menggugat pemikiran sebelumnya yang
berkembang dalam bingkai paradigm pemikiran modern.
Hal
baru setelah modernism, terdapat dua aliran berbeda : pascamodernisme skeptis
dan pascamodernisme alternatif. Menurut pascamodernisme skeptis bahwa setelah
modernisme yang ada hanyalah pluralism radikal, tanpa adanya makna atau
kebenaran tunggal yang berperan sebagai pusat; juga mengarahkan pada situasi
nihilisme. Sedangkan pascamodernisme alternatif, justru gairah pluralisme
membawa visi baru tentang kebenaran.
Term
postmodernisme lahir ke permukaan belum lama, istilah ini menjadi diskursus
public ketika banyak ahli mulai memperdebakan efek negative yang dibawa
modernitas dalam keseluruhan segi. Dari situlah muncul neo-modernisme yaitu
suatu paham yang berusaha mendekonstruksi pemahaman yang sudah mapan, juga
dikatakan sebagai mazhab pemikiran yang berusaha memadukan otentitas teks
dengan realitas social. Neomodernsme dapat diartikan “paham modernisme baru”,
dipergunakan untuk memberi identitas pada kecenderungan pemikiran Islam yang
merupakan sintesis.
B. Neomodernisme Sebagai Jembatan Tradisi dan Modernisasi
Melihat
realitaa Islam yang masih dengan pemikiran tekstual normatifnya, ada satu usaha
untuk mengubah Islam yang “ganas” menjadi pembebas. Maksudnya adalah agama yang
melindungi hak – hak kemanusiaan. Dalam memandang Islam, Rahman membagi menjadi
2 : Islam Normatif yaitu ajaran Islam yang merupakan doktrin – doktrin yang
berdasarkan pada Al Qur’an dan sunnah. Islam historis yaitu ajaran Islam yang
dipahami dan dipraktikkan oleh umat kemudian melahirkan peradaban Islam yang
bersifat relative dan kondisional.
Ketika
tradisi dipandang sebagai warisan budaya dan pemikiran, maka kecenderungan
perilaku keagamaan tradisional :
1. Menganut langkah pendahulunya berdasarkan
sejarah
2. Mensakralkan teks – teks dalam Al Qur’an dan
Hadist
3. Selektif terhadap hal baru dan bahkan menjauhi
pembaharuan
Mereka meyakini apa yang mereka
lakukan adalah pilihan hidup mereka yang menjadikan nikmat. Sedangkan di sisi
lain terdapat garis perlawanan terhadap tradisi yang kental yaitu modernisme.
Aspek yang paling spektakuler dari modernism adalah pergantian tehnik produksi
yang bertumpu pada penggunaan energy bernyawa menjadi energy tak bernyawa. Di
bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya industry besar berkaitan dengan
kebutuhan.
Pada periode klasik, Islam mulai
Nampak maju dibanding dengan barat, namun kini berbalik arah. Karenanya erwujud
pemikiran bagaimana caranya membuat umat Islam maju seperti saat periode
klasik, namun keadaan riil dunia barat terpacu pada semangat kemajuannya.
C. Rancang Bangun Pendidikan Islam Tradisional dan Modern
Perbedaan
yang mencolok adalah soal metode dan teknis operasionalnya. Pendidikan
tradisional memakai teknis lama yang diatur secara sederhana, sedangkan
pendidikan modern lebih berkiblat pada sesuatu yang baru dan lebih rumit.
Pendidikan
tradisional difokuskan pada bentuk pemberdayaan sistemik dan belum memberi
keleluasaan pada peserta didik. Tujuannya adalah membentuk siswa agas menjadi
orang yang berwawasan luas lewat tekstual. Sedangkan pendidikan modern
berfungsi untuk member kaitan antara anak didik dan lingkungan social
kulturalnya yang terus berubah. Sebagaimana diungkapkan Shipman (1972) fungsi
pokok pendidikan modern :1) Sosialisasi; 2) Penyekolahan; 3) Pendidikan.
Variable
– variable yang tercakup dalam transformasi system pendidikan adalah :
1. Modernisasi Administratif
Menuntut
diferensiasi system pendidikan untuk mengantsipasi dan mengakomodasi berbagai
kepentingan social, teknik dan manajerial.
2. Diferensiasi Struktural
Lembaga
pendidikan yang bersifat umum tidak lagi memadai
3. Ekspansi kapasitas
Perluasan
system pendidikan untuk menyediakan pendidikan sebanyak – banyaknya peserta
didik sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki.
Pendidikan
dengan bangunan terse but melahirkan out put sebagai berikut :1) Perubahan system nilai; 2) Politik; 3)
Ekonomi; 4) Social; 5) Kultural
Secara
garis besar, pendidikan modern memberikan peluang terhadap pengembangan akal
(rasionalitas). Disana juga banyak ditemukan pembebasan nalar untuk berkreasi,
beraktivitas, dan melakukan ikhtiar pembaharuan secara simultan. Berbeda dengan
pola pendidikan tradisional yang cenderung apa adanya dan sulit untuk dirubah.
D. Hubungan Neomodernisme dan Pendidikan Islam
Ketika
Islam dapat memahami pembangunan atau pemakmuran dunia, disinilah posisi
pendidikan sangat penting. Oleh karenanya, neomodernisme hendak membangun
dialog tradisi dan modernisasi. Karena sulitnya, make Islam diposisikan sebagai
objek kajian yang dimaknai sebagai budaya.
Untuk
mengembalikan dinamika Islam, Rahman menyarankan adanya perbedaan yang jelas
antara Islam normative dan sejarah. Pada perspektif ini, Islam normative
diyakini untuk selalu menjadi rujukan dalam kebaragamaan umat Islam. Adapun
dalam sejarah merupakan pemahaman kontekstual yang dilakukan sepanjang sejarah.
Karenanya itu, ia harus selalu dikaji melalui nilai – nilai Al Qur’an dan
sunnah Nabi.